Selasa, 01 September 2009

BUDAYA KERJA INDONESIA

Ada pertanyaan yang selalu menggelitik mengenai apakah benar setiap organisasi yang merupakan kumpulan manusia, termasuk tempat di mana kita bekerja, memerlukan suatu budaya tertentu untuk mencapai tujuannya, serta sejauh mana jaminan bahwa setelah budaya itu ada kemudian organisasi semakin membaik kinerjanya.

Mesti diakui dalam praktek ada cara-cara yang telah terorganisasi, kepercayaan, norma, nilai-nilai budaya implisit, serta premis-premis yang mendasar dan mengandung suatu perintah yang tumbuh dalam kurun waktu yang lama dan menentukan arti menjadi anggota suatu organisasi. Banyak kalangan kemudian menyebutnya budaya kerja, sebagai sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi yang dipelajari, diterapkan dan dikembangkan secara berkesinambungan, berperan sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Dari sisi fungsi, budaya kerja memiliki beberapa fungsi.

Pertama, budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lainnya.

Kedua, budaya kerja membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.

Ketiga, budaya kerja mempermudah timbulnya pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

Keempat, budaya kerja itu meningkatkan kemantapan sistem sosial dalam organisasi. Budaya yang kuat meletakkan kepercayaan-kepercayaan, tingkah laku, dan cara melakukan sesuatu tanpa perlu dipertanyakan lagi.

Karena berakar dari tradisi, budaya mencerminkan apa yang dilakukan dan bukan apa yang akan berlaku. Dengan pemahaman seperti ini jelas terlihat bahwa keunggulan suatu organisasi tidak semata-mata ditentukan oleh hal-hal yang kasat mata (tangible) seperti struktur organisasi, personil, seragam, gedung, armada, laporan keuangan, dan sebagainya melainkan juga oleh hal-hal yang tidak kasat mata (intangible). Bahkan hal-hal yang tidak kasat mata tersebut menjadi kekuatan tersembunyi yang jika dikelola dengan benar akan mendongkrak kinerja organisasi secara menyeluruh.

Mengapa produktivitas kerja SDM Indonesia tergolong rendah di ASEAN atau cuma sekitar dua pertiganya ketimbang SDM Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina? Apakah terkait dengan budaya kerjanya? Budaya kerja merupakan sistem nilai, persepsi, perilaku dan keyakinan yang dianut oleh tiap individu karyawan dan kelompok karyawan tentang makna kerja dan refleksinya dalam kegiatan mencapai tujuan organisasi dan individual. Kalau dalam suatu perusahaan maka tujuannya tercermin dalam nuansa mencapai profit yang maksimum.

Sementara dari sisi individu adalah mencapai kinerja maksimum untuk meraih kepuasan (utility) yang maksimum. Budaya kerja diturunkan dari budaya organisasi. Budaya organisasi itu sendiri merupakan sistem nilai yang mengandung cita-cita organisasi sebagai sistem internal dan sistem eksternal sosial. Hal itu tercermin dari isi visi, misi dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, seharusnya setiap organisasi termasuk para anggotanya memiliki impian atau cita-cita. Setiap anggota memiliki identitas budaya tertentu dalam organisasinya. Dalam perusahaan dikenal sebagai budaya korporat dimana di dalamnya terdapat budaya kerja. Seperti dalam suatu perusahaan, cita-cita (visi) sebagai identitas organisasi, misalnya menjadikan dirinya sebagai bisnis terkemuka dengan ciri-ciri berdaya inovasi tinggi, pionir dalam bidangnya, penggunaan teknologi dan sumberdaya manusia yang tangguh, mampu beradaptasi pada lingkungan global termasuk berperan di dalam peningkatan kesejahteraan lingkungan.

Untuk mencapai itu maka posisi mutu SDM karyawan menjadi sangat penting karena karyawan adalah pemeran utama dan bukan yang lain. Karena itu, dalam bekerja maka setiap karyawan hendaknya memiliki cita-cita yang berupa kehendak mengenai sesuatu yang ingin dituju dan dicapai. Sebagai tujuan antara misalnya dapat berbentuk keinginan untuk memperoleh status sosial, pengembangan karir, dan memperoleh kompensasi; Sedang sebagai tujuan akhir adalah keinginan untuk mencapai kesejahteraan sosial ekonomi yang maksimum bagi diri dan keluarganya.

Untuk mencapai cita-cita yang dikehendaki maka tiap karyawan perlu mengoptimumkan mutu sumberdayanya. Bentuk ukuran SDM karyawan yang optimum yaitu produktivitas kerja yang maksimum. Dalam konteks budaya kerja, produktivitas tidak dipandang hanya dari ukuran fisik tetapi juga dari ukuran produk sistem nilai. Karyawan unggul menilai produktivitas atau produktif adalah sikap mental: Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik daripada sekarang. Jadi kalau seorang karyawan bekerja, dia akan selalu berorientasi pada ukuran nilai produktivitas atau minimal sama dengan standar kinerja perusahaan. Dengan kata lain, bekerja produktif sudah merupakan panggilan jiwa dan disemangati dengan amanah atau komitmen tinggi sehingga menjadi bagian dari etos kerja keseharian (terinternalisasi): Tanpa diinstruksikan atasan karyawan seperti ini akan bertindak produktif. Inilah yang disebut sebagai budaya kerja.

Aktualisasi budaya kerja produktif sebagai ukuran sistem nilai mengandung komponen-komponen yang dimiliki seorang karyawan (Moeljono, 2004) yakni:
(1) pemahaman substansi dasar tentang makna bekerja,
(2) sikap terhadap pekerjaan dan lingkungan pekerjaan,
(3) perilaku ketika bekerja,
(4) etos kerja,
(5) sikap terhadap waktu, dan
(6) cara atau alat yang digunakan untuk bekerja.

Semakin positif nilai komponen-komponen budaya tersebut dimiliki oleh seorang karyawan maka akan semakin tinggi kinerjanya, ceteris paribus. Agar budaya kerja dapat tumbuhkembang dengan subur di kalangan karyawan dan staf maka dibutuhkan pendekatan-pendekatan melalui tindakan manajemen puncak dan proses sosialisasi.

(1) Tindakan manajemen puncak· Apa yang dikatakan manajemen puncak akan menjadi panutan karyawan.· Bagaimana manajemen puncak berperilaku akan menunjukkan karyawan bersikap dalam berkomunikasi dan berprestasi untuk mencapai standar kinerja perusahaan.· Bagaimana manajemen puncak menegakkan norma-norma kerja akan menumbuhkan integritas dan komitmen karyawan yang tinggi.· Imbalan dan hukuman yang diberikan manajemen puncak akan memacu karyawan untuk meningkatkan semangat dan disiplin kerja.

(2) Proses sosialisasiProses sosialisasi dilakukan dalam bentuk advokasi bagi karyawan baru untuk penyesuaian diri dengan budaya organisasi. Sosialisasi dilakukan ketika mereka sedang dalam tahap penyeleksian atau prakedatangan. Tiap calon karyawan mengikuti pembelajaran sebelum diterima. Setelah diterima para karyawan baru melihat kondisi organisasi sebenarnya dan menganalisis harapan-kenyataan, antara lain lewat proses orientasi kerja. Pada tahap ini para karyawan berada dalam tahap “perjuangan” untuk menentukan keputusan apakah sudah siap menjadi anggota sistem sosial perusahaan, ragu-ragu ataukah mengundurkan diri.

Ketika karyawan sudah memutuskan untuk terus bekerja, namun proses perubahan relatif masih membutuhkan waktu yang lama maka tiap karyawan perlu difasilitasi dengan pelatihan dan pengembangan diri secara terencana. Dalam hal ini, karyawan harus membuktikan kemampuan diri dalam penguasaan keterampilan kerja yang disesuaikan dengan peran dan nilai serta norma yang berlaku dalam kelompok kerjanya sampai mencapai tahap metamorfosis.

Secara keseluruhan keberhasilan proses sosialisasi akan sampai pada tahap internalisasi yang diukur dari (1) produktivitas kerja, (2) komitmen pada tujuan organisasi, dan (3) kebersamaan dalam organisasi.

Hasil penelitian Harvard Business School (Kotter dan Heskett,1992) dalam Moeljono (2004), menunjukkan bahwa budaya korporat mempunyai dampak kuat terhadap prestasi kerja suatu organisasi. Ada empat alasan mengapa pengaruh itu terjadi:
(1) Budaya korporat mempunyai dampak nyata pada prestasi kerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang.

(2) Budaya korporat bahkan mungkin merupakan faktor yang lebih penting di dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu perusahaan dalam dekade mendatang.

(3) Budaya korporat yang menghambat prestasi keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang juga ditemukan; Budaya itu berkembang dengan mudah dan bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang bijak dan cerdas.

(4) Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi.

Sialnya ini memang jadi masalah di negara kita terutama di jajaran birokrasi...Dipikir-pikir ini juga masalah oe dalam bekerja minimal dalam belajar. Hmmm....kapan kita punya Budaya kerja seperti negara Jepang atw Korsel? Bagaimana menurut Anda?